Tawuran pelajar di Indonesia merupakan sebuah tindakan negatif, kriminal dan pidana bagi yang terlibat. Membuat kerusakan di tempat kejadian, meresahkan masyarakat yang lewat di jalan tersebut, membuat warga sekitar tak nyaman dan mencelakakan individu tanpa alasan yang dibenarkan.

Dari berbagai kasus tawuran, hanya di Indonesia yang melibatkan antar pelajar dari Sekolah Dasar (SD) maupun Mahasiswa (Universitas). Tentunya kita berfikir banyak tentang kasus ini yang sudah membudaya di Indonesia.

Selama empat hari terakhir, Kepolisian Daerah Metro Jaya mencatat ada tiga aksi tawuran antar pelajar di DKI Jakarta. Bentrokan pertama terjadi saat sejumlah pelajar SMAN 70 menyerang para pelajar SMAN 6 di Bulungan, Jakarta Selatan. Aksi yang terjadi Senin, 24 September 2012, pecah pada pukul 12.10. Selang dua hari, tawuran kembali terjadi di Jalan Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan. Kali ini melibatkan para pelajar dari SMA Yayasan Karya 66 (Yake) dan SMK Kartika Zeni. Kembali satu pelajar tewas dengan luka bacok di perut atas nama Deni Yanuar, siswa kelas XII SMA Yayasan Karya 66 (Yake). Masih di hari yang sama namun di tempat terpisah, bentrok antar pelajar pecah di Jalan Komodor, Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Susilo, 15 tahun, murid kelas X SMK Mahardhika, diserang dua pelajar SMK. Kendati terkena sabetan celurit, nyawa Susilo bisa diselamatkan saat dibawa ke Rumah Sakit UKI, Cawang. Berdasarkan data dari Polda Metro Jaya, dari Januari hingga September 2012, tercatat ada sembilan kasus tawuran yang melibatkan pelajar.

Sebanyak empat kasus terjadi di Jakarta Selatan, dua kasus di Jakarta Timur, dan satu kasus masing-masing terjadi di Jakarta Pusat, Depok, dan Bekasi.

Kepolisian Sektor Sukma Jaya menangkap 64 siswa sekolah menengah
kejuruan dari Kota Bogor pada Kamis, 27 September 2012. Para siswa itu berencana menyerbu salah satu SMK swasta di Depok.

“Mereka mendapat informasi kalau SMK Boedoet (Boedi Oetomo) sering menyerang SMK Ganesha. Mereka rencananya akan membantu SMK Ganesha menyerang SMK Boedoet,” kata Kepala Unit Reskrim Polsek Sukmajaya, Ajun Komisaris Syah Johan, Kamis, 27 September 2012.

Para siswa ini dibekuk polisi di depan gang SMK Ganesha, Sukmajaya, Depok, pada pukul 10.00 WIB. Mereka ditangkap karena diduga akan bergabung dengan siswa SMK Ganesha untuk tawuran dengan siswa SMK Boedi Oetoemo, Depok, yang menjadi musuh bebuyutannya.

Para siswa tersebut berasal dari enam SMK di Bogor, yaitu, SMK Mekanika, SMK Wijaya Kusuma, SMK Surya Kencana Yapis, SMK Generasi Mahdani, SMK YKTB, dan SMK Yatek. Mereka berbeda tingkatan, dari kelas X-XII.

Menurut Johan, mereka menggunakan bus ke Depok. Sebelum berangkat, mereka berkumpul di kawasan Warung Jambu, Kota Bogor. Mereka tidak naik ke dalam bus secara bersamaan karena bus Miniarta yang mereka tumpangi hanya berkapasitas sekitar 30 orang.

Johan mengatakan para siswa itu mengaku ada salah seorang teman mereka yang menyetop bus sendirian. Setelah bus berjalan, sekitar 20 siswa lalu naik mengikutinya.

“Nah, para siswa yang naik itu yang memaksa sopir bus untuk berhenti. Kalau tidak dipaksa, mana mau supir bus itu mengangkut mereka sampai melebihi kapasitas dan ada yang tidak bayar,” katanya.

Dalam penangkapan itu, polisi menyita gir dari salah satu siswa dan 15 gesper yang diduga bisa digunakan sebagai senjata tawuran. Senjata tajam yang mereka bawa kemungkinan sudah dibuang di jalan saat terjadi penangkapan. Polisi akan memanggil sekolah dan orang tua siswa untuk diminta keterangan. Mereka akan diperbolehkan pulang setelah orang tua mereka sudah datang ke Polsek Sukmajaya. ”Mereka akan dibina dulu,” kata Johan.

Dari Data Skalanews - Kasus tawuran pelajar di wilayah Jabodetabek
pada tahun ini meningkat dibandingkan tahun 2011. Menurut data KPAI hingga bulan September 2012 ini, kasus tawuran antar pelajar di
Jabodetabek tercatat sebanyak 301 kasus, sementara pada 2011 hanya sebanyak 96 kasus.

Hal demikian disampaikan Ketua KPAI, Badriyah Fayumi, kepada wartawan dalam konferensi pers di Gedung KPAI, Jakarta, Kamis (27/9).

Namun dari catatan resmi KPAI juga bahwasannya Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.

Yang jadi pertanyaan hemat gua:
Ada belajar mati sampai berpuluh - puluh gitu?
Ada 2 anggota kepolisian tewas di tangan pelajar?

padahal jika kita mendengar dari salah seorang tokoh filusuf:
"Lebih baik mati 1.000 orang bar bar dari pada 1 orang pelajar" menurut gua ini gak berarti di Indonesia.

Pasalnya:
1. Banyak orang tua yang menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah, hingga sekolah harus menambung beban pilu tindakan para pelajarnya yang entah sebagai anak baru atau anak buangan.
2. Sekolah / Guru tidak berani mengambil resiko dengan menghukum para pelajar, dengan dampak yang sangat merugikan guru di luar sekolah dengan ancaman para muridnya.
3. Aparatur negara atau alat keamanan negara hanya POLISI TIDUR yang berjaga di jalanan, POS KEMANAN tampak sepi. Tidak seheboh melerai para demonstran yang harus melibatkan satpol PP, Polisi anti huru hara, dan canon.

Orang tua................
kenapa sekolah yang sudah tahu sering tawuran nurut sama kemauan anaknya?
Sekolah...............
a. Kenapa pihak sekolah tidak sepenuhnya melakukan tindak tegas dengan mengeluarkan siapa saja yang terlibat tawuran dari sekolah? Padahal aib dan beban bagi sekolah yang menampungnya.
b. Menolak pelajar baru yang punya kelakuan (D) atau pelajar buangan yang hendak masuk ke sekolahnya
Dinas Pendidikan..............
Seharusnya anda² mengontrol beberapa sekolah yang sering terlibat tawuran, narkoba, prostitusi dan kasus lainnya. jangan cuma teori dan mengeluarkan kebijakan yang menambah tugas para system di sekolah.
Kepolisian............
zaman Bpk. Badrul Kamal (X walkot Depok) setiap jam pulang sekolah, POLISI berjaga di daerah yang rawan tawuran, ini harus jadi perhatian Kapolda dan Kapolres.
Masyarakat..........
Cuma bisa nilai, gak bisa melerai, cuma comment, dan marah sendiri anda sebagai masyarakat harusnya membantu, jangan cuma menyerahkan pada kepolisian, menyalahkan sekolah dan orang tua, yang ujung²nya ah bukan keluarga gua ini.